Semakin gila, mungkin hal itu dapat disematkan untuk orang-orang yang justru mengaku atau 'bangga' setelah membunuh seseorang dan mengunggah foto atau informasinya secara online.
Di tahun lalu, ada seorang pria yang menembak mati istrinya dan mengunggah pengakuan sekaligus foto mayat perempuan malang tersebut ke Facebook.
Kali ini, hampir serupa, ada satu aksi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pria bernama David Michael Kalac (33) di salah satu negara bagian di Amerika Serikat. Korban yang dibunuh Kalac ini adalah pacarnya sendiri bernama Amber Lynn Coplin (30).
Setelah membunuh Coplin, Kalac justru mengunggah foto wanita yang sudah tak bernyawa tersebut ke sebuah situs bernama 4Chan. Dikutip dari Associated Press (06/11), Kalac juga sempat melarikan diri menggunakan mobil Coplin, namun usahanya sia-sia karena dia berhasil ditangkap pihak kepolisian di Wilsonville, sekitar 20 mil dari Portland.
Menjadi satu hal yang cukup mengherankan apabila dibandingkan dengan beberapa tahun lalu ketika seseorang lebih memilih menutupi jejaknya setelah melakukan tindakan melanggar hukum, akan tetapi kini serasa bangga setelah melakukan aksi kriminal dan mengunggahnya online.
Penelitian yang pernah dilakukan pada bulan Oktober 2014 (BBC) kemarin menjelaskan bahwa seseorang melakukan hal tersebut karena pengungkapan sesuatu secara online lebih keren dan menyenangkan apapun alasannya dan imbas setelahnya.
Lee Rainey, pimpinan di divisi Internet & American Life Project di Pew Research Center menjelaskan bahwa aktivitas pengunggahan dan pengungkapan aksi keji seperti ini memang kerap dilakukan banyak orang.
Alasannya karena sekarang ini situs-situs sosial media dan jejaring sosial di dalamnya sudah menjadi satu hal yang mainstream dan digunakan oleh banyak orang untuk berbagi segala hal.
"Situs sosial media merupakan sarana untuk publikasi hal-hal yang bersifat spektrum. Mulai dari tindakan yang penuh kasih dan paling mulia sampai dengan altruistik yang paling keji. Hal tersebut merupakan tindakan seseorang untuk mengintegerasikan pengalamannya pribadi dan sehari-hari dengan siapa saja di sosial media, walaupun ada kalanya hal yang masuk dalam kategori melanggar hukum juga diunggah secara bebas ke internet," jelas Rainey, seperti dikutip dari Miami Herald (2013).
Di tahun lalu, ada seorang pria yang menembak mati istrinya dan mengunggah pengakuan sekaligus foto mayat perempuan malang tersebut ke Facebook.
Kali ini, hampir serupa, ada satu aksi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pria bernama David Michael Kalac (33) di salah satu negara bagian di Amerika Serikat. Korban yang dibunuh Kalac ini adalah pacarnya sendiri bernama Amber Lynn Coplin (30).
Setelah membunuh Coplin, Kalac justru mengunggah foto wanita yang sudah tak bernyawa tersebut ke sebuah situs bernama 4Chan. Dikutip dari Associated Press (06/11), Kalac juga sempat melarikan diri menggunakan mobil Coplin, namun usahanya sia-sia karena dia berhasil ditangkap pihak kepolisian di Wilsonville, sekitar 20 mil dari Portland.
Menjadi satu hal yang cukup mengherankan apabila dibandingkan dengan beberapa tahun lalu ketika seseorang lebih memilih menutupi jejaknya setelah melakukan tindakan melanggar hukum, akan tetapi kini serasa bangga setelah melakukan aksi kriminal dan mengunggahnya online.
Penelitian yang pernah dilakukan pada bulan Oktober 2014 (BBC) kemarin menjelaskan bahwa seseorang melakukan hal tersebut karena pengungkapan sesuatu secara online lebih keren dan menyenangkan apapun alasannya dan imbas setelahnya.
Lee Rainey, pimpinan di divisi Internet & American Life Project di Pew Research Center menjelaskan bahwa aktivitas pengunggahan dan pengungkapan aksi keji seperti ini memang kerap dilakukan banyak orang.
Alasannya karena sekarang ini situs-situs sosial media dan jejaring sosial di dalamnya sudah menjadi satu hal yang mainstream dan digunakan oleh banyak orang untuk berbagi segala hal.
"Situs sosial media merupakan sarana untuk publikasi hal-hal yang bersifat spektrum. Mulai dari tindakan yang penuh kasih dan paling mulia sampai dengan altruistik yang paling keji. Hal tersebut merupakan tindakan seseorang untuk mengintegerasikan pengalamannya pribadi dan sehari-hari dengan siapa saja di sosial media, walaupun ada kalanya hal yang masuk dalam kategori melanggar hukum juga diunggah secara bebas ke internet," jelas Rainey, seperti dikutip dari Miami Herald (2013).