Mereka yang suka bermain game mobile pasti sudah akrab dengan Candy Crush Saga. Game casual yang sempat booming dan bikin ketagihan ini merupakan produk asli Swedia.
Sejatinya, game yang lahir dan populer dari industri game Swedia tak cuma Candy Crush. Masih banyak game lain seperti Battlefield, Mad Max, Minecraft, Steamworld Dig dan lainnya yang dibuat dari negara dengan jumlah penduduk sekitar 9 juta ini.
Per Stromback, juru bicara dari Swedish Games Industry mengungkapkan, kota Stockholm menjadi 'surga' bagi startup digital di Swedia. Khususnya bagi industri game, dimana ada 300 developer yang bermarkas di Stockholm. Tak terlalu besar memang, tetapi pengaruhnya cukup disegani di dunia persilatan game.
"Sejauh ini sudah ada lebih dari 700 juta orang yang memainkan game buatan Swedia. Game-game buatan Swedia telah merambah perangkat mobile, PC dan konsol," ujar Stromback dalam acara Ericsson Business Innovation Forum 2014 yang berlangsung di Stockholm, Swedia.
"Jadi jika diambil rata-rata, 1 dari 10 orang di bumi telah memainkan game Swedia," imbuhnya.
Pada tahun 2013, industri game Swedia benar-benar mencicipi manisnya bisnis game. Profit yang mereka raup tercatat 2,4 miliar krona Swedia atau setara dengan USD 324 juta -- tumbuh 635%.
Jauh melebihi dari raihan di tahun 2012 yang 'cuma' 338 juta krona (USD 45 juta) dan 128 juta krona (USD 17 juta) di 2011.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apa resep sukses industri game Swedia?
Stromback menjabarkan, banyak hal pastinya dapat mempengaruhi kesuksesan tersebut. Alasan klise pertama adalah, game yang dibuat harus bagus sehingga dapat menarik gamer untuk memainkannya.
Namun terlepas dari itu, lanjut pria berkepala plontos ini, kondisi Swedia memang mendukung untuk para pembuat game berkreasi.
Pertama, dari sisi infrastraktur, terutama soal layanan broadband. Dimana hal ini dianggap begitu penting bagi pelaku startup.
Pada tahun 2009, Stockholm menjadi salah satu kota pertama di dunia yang meluncurkan layanan 4G LTE secara komersial bersama dengan Oslo di Norwegia. Jadi bisa dibayangkan seberapa cepat akses broadband di negara ini.
Akamai mencatat, kecepatan internet Swedia berada di posisi ke-6 dengan rata-rata 13,6 Mbps dalam laporan yang dirilis pada kuartal II 2014.
Alasan kedua adalah small home market. Swedia memang tak terlalu besar untuk sebuah negara, penduduknya juga kalah jauh dengan Indonesia yang sudah melebihi 200 juta jiwa.
"Jangan melihat angka sedikitnya, tetapi bagaimana Anda melihatnya. Populasi yang sedikit ini bisa menjadi cara yang bagus untuk tes pasar ketika merilis game baru sebelum melepasnya secara global," kata Stromback.
Kemudian musim dingin dan suasana gelap gulita yang menjadi alasan ketiga. Lantaran letak geografisnya cukup dekat dengan Kutub Utara, udara dingin bak sudah menjadi makanan sehari-hari. Apalagi kalau sudah masuk musim dingin, suhu membeku akan bertahan selama 6 bulan lamanya.
Belum lagi dengan kondisi langit gelap yang lebih lama. Saat kunjungan detikINET di awal bulan November ini saja, matahari begitu sulit ditemui, langit mendung yang menggelayut begitu mendominasi. Jam 15 sore sudah seperti jam 19 malam di Indonesia.
"Namun cuaca seperti ini justru akan membuat para developer makin betah di dalam ruangan seperti di kantor untuk mengerjakan banyak hal. Termasuk membuat game yang menarik," Stromback menjelaskan.
Keempat, resep sukses industri game Swedia adalah soal kerja tim. Stromback mengingatkan bahwa membuat game adalah hasil dari kolaborasi banyak pihak, bukan upaya sendiri.
Resep lainnya, fokus dengan apa yang Anda kerjakan serta jangan rendah diri. Cobalah berkreasi dengan apapun yang berada di kepala Anda, namun tetap melakukan interaksi dengan orang lain untuk menambah ide dan ilmu baru.
Sementara Rebecka Cedering Angstrom, acting Head of Ericsson ConsumerLab menambahkan, industri game memang menjanjikan. Dimana setiap orang bisa menjadi gamer.
"Tidak cuma mereka yang kesepian di depan PC," ujarnya. "Karena faktanya, 71% gamer di Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka memainkan game setidaknya sekali dalam seminggu, untuk global mencapai 58% yang seperti itu," papar Rebecka.
Ericsson ConsumerLab juga telah meramu tiga alasan utama mengapa orang-orang mau ngegame.
Sejatinya, game yang lahir dan populer dari industri game Swedia tak cuma Candy Crush. Masih banyak game lain seperti Battlefield, Mad Max, Minecraft, Steamworld Dig dan lainnya yang dibuat dari negara dengan jumlah penduduk sekitar 9 juta ini.
Per Stromback, juru bicara dari Swedish Games Industry mengungkapkan, kota Stockholm menjadi 'surga' bagi startup digital di Swedia. Khususnya bagi industri game, dimana ada 300 developer yang bermarkas di Stockholm. Tak terlalu besar memang, tetapi pengaruhnya cukup disegani di dunia persilatan game.
"Sejauh ini sudah ada lebih dari 700 juta orang yang memainkan game buatan Swedia. Game-game buatan Swedia telah merambah perangkat mobile, PC dan konsol," ujar Stromback dalam acara Ericsson Business Innovation Forum 2014 yang berlangsung di Stockholm, Swedia.
"Jadi jika diambil rata-rata, 1 dari 10 orang di bumi telah memainkan game Swedia," imbuhnya.
Pada tahun 2013, industri game Swedia benar-benar mencicipi manisnya bisnis game. Profit yang mereka raup tercatat 2,4 miliar krona Swedia atau setara dengan USD 324 juta -- tumbuh 635%.
Jauh melebihi dari raihan di tahun 2012 yang 'cuma' 338 juta krona (USD 45 juta) dan 128 juta krona (USD 17 juta) di 2011.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apa resep sukses industri game Swedia?
Stromback menjabarkan, banyak hal pastinya dapat mempengaruhi kesuksesan tersebut. Alasan klise pertama adalah, game yang dibuat harus bagus sehingga dapat menarik gamer untuk memainkannya.
Namun terlepas dari itu, lanjut pria berkepala plontos ini, kondisi Swedia memang mendukung untuk para pembuat game berkreasi.
Pertama, dari sisi infrastraktur, terutama soal layanan broadband. Dimana hal ini dianggap begitu penting bagi pelaku startup.
Pada tahun 2009, Stockholm menjadi salah satu kota pertama di dunia yang meluncurkan layanan 4G LTE secara komersial bersama dengan Oslo di Norwegia. Jadi bisa dibayangkan seberapa cepat akses broadband di negara ini.
Akamai mencatat, kecepatan internet Swedia berada di posisi ke-6 dengan rata-rata 13,6 Mbps dalam laporan yang dirilis pada kuartal II 2014.
Alasan kedua adalah small home market. Swedia memang tak terlalu besar untuk sebuah negara, penduduknya juga kalah jauh dengan Indonesia yang sudah melebihi 200 juta jiwa.
"Jangan melihat angka sedikitnya, tetapi bagaimana Anda melihatnya. Populasi yang sedikit ini bisa menjadi cara yang bagus untuk tes pasar ketika merilis game baru sebelum melepasnya secara global," kata Stromback.
Kemudian musim dingin dan suasana gelap gulita yang menjadi alasan ketiga. Lantaran letak geografisnya cukup dekat dengan Kutub Utara, udara dingin bak sudah menjadi makanan sehari-hari. Apalagi kalau sudah masuk musim dingin, suhu membeku akan bertahan selama 6 bulan lamanya.
Belum lagi dengan kondisi langit gelap yang lebih lama. Saat kunjungan detikINET di awal bulan November ini saja, matahari begitu sulit ditemui, langit mendung yang menggelayut begitu mendominasi. Jam 15 sore sudah seperti jam 19 malam di Indonesia.
"Namun cuaca seperti ini justru akan membuat para developer makin betah di dalam ruangan seperti di kantor untuk mengerjakan banyak hal. Termasuk membuat game yang menarik," Stromback menjelaskan.
Keempat, resep sukses industri game Swedia adalah soal kerja tim. Stromback mengingatkan bahwa membuat game adalah hasil dari kolaborasi banyak pihak, bukan upaya sendiri.
Resep lainnya, fokus dengan apa yang Anda kerjakan serta jangan rendah diri. Cobalah berkreasi dengan apapun yang berada di kepala Anda, namun tetap melakukan interaksi dengan orang lain untuk menambah ide dan ilmu baru.
Sementara Rebecka Cedering Angstrom, acting Head of Ericsson ConsumerLab menambahkan, industri game memang menjanjikan. Dimana setiap orang bisa menjadi gamer.
"Tidak cuma mereka yang kesepian di depan PC," ujarnya. "Karena faktanya, 71% gamer di Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka memainkan game setidaknya sekali dalam seminggu, untuk global mencapai 58% yang seperti itu," papar Rebecka.
Ericsson ConsumerLab juga telah meramu tiga alasan utama mengapa orang-orang mau ngegame.
- Game immersion: Untuk melakukan hal yang menyenangkan, tak cuma jadi alat untuk menghabiskan waktu.
- Rewards: Mereka ingin meraih suatu gol/tujuan.
- Social drivers: Jadi sarana berinteraksi dengan orang lain, baik di dalam atau di luar permainan.
"Ketiga hal ini juga bisa menjadi catatan bagi developer game untuk membuat suatu game yang menarik," Rebecka menandaskan.